Senin, 16 Mei 2011

Cinta dan Benci


 










Apakah seorang yang ikhlas selalu mencintai apa yang dikerjakannya?

Ya. Jika ‘mencintai’ dimaknai sebagai proses, karena pada awalnya tak selalu begitu. Mula-mula seringkali tidak mudah untuk cinta pada apa yang kita lakukan meski kita tahu bahwa itu adalah kebaikan. Tapi sekali lagi, ini harus dimaknai sebagai proses.  Disinilah seorang yang ikhlas ‘mencintai apa yang dilakukannya’. Bukan sekedar ‘melakukan apa yang dicintainya’.

Atau bahkan bisa terjadi, para mukmin sejati selama hidupnya berada dalam sebuah keterpaksaan suci; keterpaksaan dalam arti yang positif. Mereka mengikhlasinya. Mereka berjuang untuk ikhlas semata-mata karena apa yang mereka lakukan itu diperintahkan oleh Dzat yang paling mereka cintai, Allah ‘Azza wa Jalla. Apakah sikap hati mukmin sejati terhadap perang misalnya.. Benci, itu pasti. Tapi jika Allah yang memerintahkan, suka atau tidak suka, cinta dan benci aka menjadi hal yang terbelakangi.

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu mencintai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”(Q.s. Al Baqarah: 216)

Para sahabat Rasulullah, yakni orang-orang yang dipanggil ‘kamu’ dalam ayat ini adalah kumpulan manusia paling ikhlas yang hidup di zaman paling ikhlas. Tetapi ikhlas yang mereka upayakan takkan menihilkan rasa benci terhadap perang. Benci, mau tak mau harus diakui. Ikhlas itu tetap tak menafikan rasa muak pada darah yang tertumpah dan luka yang lama sembuh. Allah memahami hal ini. Allah Maha Mengerti. Maka Ia jadikan cinta dan benci sebagai ukuran ikhlasnya perbuatan. “Berbuatlah!”, begitu pesan-Nya. Selebihnya, hikmah-hikmah yang terungkap selama berbuat itu akan menguatkan keikhlasan.

Yang terberat dari ikhlas sesungguhnya adalah saat kita menyadari bahwa ia terletak sejak sebelum kita berbuat, ketika kita sedang berbuat, dan sesudah kita berbuat, seterusnya sampai maut menjemput. Maka menjadi ikhlas adalah proses yang tak kenal henti..

Waallahua’lam…