Kamis, 31 Maret 2011

sejenak..


Seperti apapun hari ini, semoga Allah mengusap lembut hati kita...
Menjadikan kita bagian dari orang-orang yang berjiwa tenang...
Yang kelak akan datang pada Allah dengan wajah yang bercahaya...

Semoga hari-hari kita diwarnai oleh kasih sayang-Nya...

Dan setiap peluh yang menetes bernilai sebagai pemberat amal kebaikan...

Amiin...

Rabu, 30 Maret 2011

Hakikatnya adalah...


Dari Anas ra, dari nabi saw, beliau bersabda:
“Ada tiga hal dimana orang yang memilikinya akan merasakan manisnya iman, yaitu mencintai Allah dan rasul-Nya melebihi segala-galanya, mencintai seseorang hanya karena Allah, dan enggan untuk menjadi kafir setelah diselamatkan Allah daripadanya sebagaimana enggannya kalau dilempar ke dalam api.” (HR. Bukhari dan Muslim).
 
Dari Abu Hurairah ra, rasulullah saw bersabda:
Demi zat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, kamu sekalian tidak akan masuk surga sebelum beriman, dan kamu sekalian tidaklah beriman sebelum saling mencintai….” (HR Muslim)
 
Cinta Kepada Allah, Itulah yang Hakiki Cinta bagaikan lautan, sungguh luas dan indah. Ketika kita tersentuh tepinya yang sejuk, ia mengundang untuk melangkah lebih jauh ke tangah, yang penuh tantangan, hempasan dan gelombang dan siapa saja ingin mengarunginya. Namun carilah cinta yang sejati, di lautan cinta berbiduk ‘taqwa’ berlayarkan ‘iman’ yang dapat melawan gelombang syaithan dan hempasan nafsu, insya Allah kita akan sampai kepada tujuan yaitu: cinta kepada Allah, itulah yang hakiki, yang kekal selamanya.
 
Adapun cinta kepada makhluk-Nya, pilihlah cinta yang hanya berlandaskan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan karena bujuk rayu setan, bukan pula karena desakan nafsu yang menggoda. Cintailah Allah, berusahalah untuk menggapai cinta-Nya.
 
Menurut Ibnu Qayyim, ada 10 hal yang menyebabkan orang mencintai Allah swt:
1. Membaca Al-Qur’an dan memahaminya dengan baik.
2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan shalat sunat sesudah shalat wajib.
3. Selalu menyebut dan berzikir dalam segala kondisi dengan hati, lisan dan perbuatan.
4. Mengutamakan kehendak Allah di saat berbenturan dengan kehendak hawa nafsu.
5. Menanamkan dalam hati asma’ dan sifat-sifatnya dan memahami makna.
6. Memperhatikan karunia dan kebaikan Allah kepada kita.
7. Menundukkan hati dan diri ke haribaan Allah.
8. Menyendiri bermunajat dan membaca kitab sucinya di waktu malam saat orang lelap tidur.
9. Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang soleh, mengambil hikmah dan ilmu dari mereka
10.Menjauhkan sebab-sebab yang dapat menjauhkan kita daripada Allah. 
 
Moga bermanfaat... :)
Wassalaam

Minggu, 13 Maret 2011

P.E.N.G.E.R.T.I.A.N


Pernahkah anda merasa menanggung sebuah beban hanya seorang diri?? Ketika suatu amanah yang mesti ditanggungjawab-i secara bersama--berjamaah-- ternyata hanya anda sendiri saja rasanya yang mengembannya?? Bisa ya bisa pula tidak. Bagi saya, ada suatu kisah yang masih membekas karena hikmahnya ternyata belum begitu lama ini mampu benar-benar saya pahami dengan semestinya...
Alkisah, saya sedang mengemban amanah yang besar bagi saya waktu itu. Tapi sepertinya lebih tepatnya "kami" --saya dan beberapa akhwat dan ikhwan lainnya-- diberi amanah yang cukup menyita waktu dan pikiran pada waktu itu. Ketika pada suatu musyawarah--tempat dimana kita yang terlibat didalamnya berusaha dengan maksimal untuk merancang kerja-kerja dakwah-- sepertinya hanya dimiliki oleh beberapa dari sekian orang yang diamanahkan. Ya, seperti itulah yang terjadi selama beberapa waktu pada periode amanah kami berlangsung.
Kemana mereka/dia?? Bukankah kita sama-sama diberikan amanah yang sama?? Kenapa hanya saya saja yang memikirkannya??Kenapa mereka/dia punya pilihan sedangkan saya tidak?? Kenapa saya yang harus tinggal untuk menyelesaikan amanah ini??? Kenapa... Kenapa..dan Kenapa..???
Seperti itulah dialog-dialog hati ini ketika saya merasa futur dan pada kondisi lemahnya saya. Saya sadari bahwa apapun kondisinya, dialog semacam itu hanya akan memperburuk keadaan. Namun saya mencari pembelaan diri sendiri: Mereka/dia tidak mau berusaha memperbaiki kondisinya, dalam artian, tidak ada komunikasi mengenai kondisinya masing-masing. Jikalau mereka/dia memang merasakan satu team dalam amanah yang sama dengan kami, maka harusnya ada sebentuk kepercayaan terhadap saudara-saudaranya.  Alhasil, jadilah orang-orang termasuk saya punya pendapat masing-masing tentang mereka/dia. Dan pendapat itu terserah kami yang menilai, toh mereka/dia memang tidak memberi tahu kami.. Ada pendapat negatif ada pendapat positif. Tapi saya sendiri cendrung berpendapat negatif waktu itu.. Wallahua'lam..
Jika Anda menjadi saya, samakah yang kita pikirkan?! Awalnya saya juga kesal dengan kondisi seperti ini. Tapi tak butuh berapa lama saya sadar saya keliru. Tentulah ada alasan ‘besar’ mengapa mereka/dia bersikap demikian, dan ternyata — sepenangkapan saya — ada salah seorangnya yang butuh waktu lebih untuk suatu pekerjaan yang sangat dibutuhkannya pada waktu itu, ada lagi yang memang butuh waktu untuk berkonsentrasi pada suatu hal penting dalam hidupnya, yang lain merasa tidak begitu paham akan amanah yang telah diberikan padanya sehingga segan untuk bergabung. Begitulah, disamping masih banyak lagi ternyata yang menjadi jawaban dari pertanyaan dialog-dialog hati saya sebelumnya. Masih kesalkah saya kemudian?! Tidak ternyata, saya mengerti, orang tersebut punya alasan, dan alasannya penting --baginya--..
Beberapa waktu kemudian saya baru benar-benar bisa memahami hikmah endapan ingatan tersebut, tak lain adalah tentang prasangka. Mudah memang untuk merasa kesal dan marah pada orang tersebut, dan bisa jadi saya juga tidak tertarik mengapa orang itu tidak bertanggungjawab atas amanah kami, pokoknya saya merasa sendiri dan tidak punya pilihan, titik.! Tapi, ketika saya sedikit menajamkan mata dan mengamati, oh..ternyata ada salah seorang saudara yang sedang dalam keadaan susah. Oh..kasihan kalau dipaksa untuk menyelesaikan amanah kami ini..kelihatannya mereka/dia memang tak punya pilihan lain selain meninggalkan amanahnya --mudah-mudahan dalam waktu yang tidak lama--. Dan akhirnya, tak apalah sendiri sejenak…
Prasangka, sebagian besarnya adalah menggiring pada dosa. Bisa dipahami dari peristiwa di atas, yaitu akan lebih mudah mengira tentang keburukan daripada kebaikan, :)  Tapi ketika kita mampu ‘memaksa’ pemikiran kita untuk lebih terbuka dan mengamati — tidak hanya sekedar melihat — maka akan lahir pemahaman baru yang bisa jadi berbeda. Pemahaman yang bernama PENGERTIAN :)
Bagi saya, berprasangka itu melelahkan, itu yang jelas. Karena seperti jabaran hukum tarik menarik dalam buku The Secret. Pemikiran akan menarik hal-hal lain yang senada dengannya. Dengan demikian, pemikiran negatif atau prasangka itu akan menarik lebih banyak lagi hal negatif lainnya. Sebagaimana sebaliknya, setiap pemikiran positif juga akan menghadirkan lagi lebih banyak hal positif dalam diri kita. Jadi, jika demikian, mulai sekarang mari kita perbaiki akhlaq kita semua. Dimulai dengan berprasangka baik terhadap orang lain. Kita akan berkumpul dengan orang-orang baik dan insya Allah kita akan tertular menjadi orang yang baik. Sederhana saja kan, insya Allah :)
Daripada melelahkan diri dengan berkesal-kesal dengan orang lain, mari pindah arah pandangan. Insya Allah ada alasan di balik setiap tindakan. Dengan membiasakan diri berpikir demikian, insya Allah pikiran juga akan lebih tenang, dan pada kelanjutannya kita akan bisa merasa lebih nyaman dengan segalanya. Insya Allah juga, segala persoalan akan teratasi jika diawali dengan pemikiran yang tenang dan nyaman. :)
 *Untuk mereka yang sering merasa sendiri dalam keramaian

Jumat, 04 Maret 2011

Dakwah itu, Visioner...

ceramah 
“Dakwah itu adalah sebuah kebaikan…namun terkadang kalah oleh karena kita tak berfikir visioner”
Visioner adalah padanan kata yang tepat untuk menempatkan gerakan dakwah di berbagai ranah kehidupan. Mengapa? Karena tanpa pemikiran yang visioner, gerakan dakwah itu hanya akan bertahan sebentar sekali dalam area yang dimasukinya. Apakah itu yang kita inginkan? tentu sama sekali tidak.
Pagi tadi ketika saya sedang di sekolah, saya  mendengar perbincangan para guru, salah satu guru tersebut mengatakan:
“Aneh, tetangga saya yang baru lulus kemarin, sekarang sedang kuliah, kemarin menikah.” Guru lain menanggapi: Pacaran tidak?
Ibu itu menjawab: “Tidak!! Langsung nikah.” Kemudian ibu tadi bicara: “Hm…Jelas itu mah masuk “aliran” yang gak mau pacaran, oh yang perempuannya pake jilbab yang lebar ya? Hmm..ya kayaknya aliran itu tuh.” Jawab guru yang pertama menimpali.

...itulah gambaran jelas yang terjadi di masyarakat…

Dalam hiruk pikuk film-film Islam, novel-novel Islami dan juga buku-buku Islami ternyata belum mampu mensibghoh masyarakat kita dengan utuh.. baru sebatas ada “alternatif”.
Inilah sebenarnya tugas da’i dan da’iyah di belahan bumi manapun, karena masyarakat itu butuh sentuhan langsung. Maka akan salah sekali jika para da’i dan da’iyah itu menjadikan indikator keberhasilan itu ketika yang terlihat adalah kuantitas yang begitu banyak tanpa kemudian melupakan tugas selanjutnya bagaimana agar menjadi berkualitas.
Yang sering terjadi di tataran grass root adalah para punggawa dakwah itu menjadi semakin elitis, sehingga objek dakwah kita hanyalah menjadi sekedar "kue" biasa yang dimakan kemudian tidak berbekas dalam ingatan mereka.
Padahal seharusnya analogi kue itu jika ada pengemasan yang baik seperti distribusi yang rapi dan mendekat dan juga kemasan kue yang diberikan dalam bentuk baik, kemudian senyum-senyum yang manis dari sang pengantar kue maka akan lain ceritanya.

Sekali lagi, objek dakwah itu butuh sentuhan langsung bukan bersikap elitis.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Al-Hasyr:18

Ayat ini mengingatkan bahwa strategi kemenangan itu letaknya pada sebuah perencanaan yang visioner dengan balutan taqwa dalam setiap langkah pencapaian. Maka tak ada lagi logika retorika, semua yang harus ada adalah ketika retorika berbanding lurus dengan perbuatan.

“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan.” As-Shaff:2-3

… Mari kita lanjutkan perjuangan para Nabi, dengan perencaaan visioner....

Kamis, 03 Maret 2011

Ringkasan Materi Isti'ab


Judul Buku : Isti’ab, Meningkatkan Kapasitas Rekrutmen Dakwah
Judul Asli : Al-Isti’ab fi Hayatid-Da’wah wad Da’iyah
Penulis : Fathi Yakan
Penerjemah : ES. Soepriyadi
Penerbit : Robbani Press
Tahun : 2005
Ukuran Buku : 156 ha; 17,5 cm
ISBN : 979-3304-48-0
Edisi Cetakan : Cetakan I, Juni 2005

ISTI’AB DALAM DAKWAH DAN DA’I
1. Makna Isti’ab
Isti’ab (daya tampung) adalah kemampuan da’I utk menarik objek dakwah (mad’u) dan merekrut mereka dengan segala perbedaan intelektual, kejiwaan, status sosial dsb. Da’i yg sukses adalah da’I yg mampu masuk & dapat mempengaruhi setiap manusia, dengan pemikiran dan dakwahnya, sekalipun kecenderungan, karakter, dan tingkatan mereka beragam. Disamping mampu menarik sejumlah besar manusia dan mampu menampung mereka baik dalam tataran pemikiran ataupun pergerakan. Jadi Isti’ab merupakan kemampuan individu, kelayakan akhlak, sifat keimanan, dan karunia Ilahiyah, yg membantu para da’i dan mjdkan mereka poros bagi masyarakat, shg mereka senantiasa berputar dan berkerumun di sekitarnya.
2. Tingkat Kemampuan dalam Isti’ab
Tingkatan isti’ab seorang da’I berbeda-beda, namun seorang da’I dituntut utk memiliki batas minimal kemampuan isti’ab, agar bisa produktif dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat, bukan mendatangkan kemudhoratan dan tdk mendatangkan manfaat sama sekali, bahkan menjadikan orang-orang disekelilingnya lari.
Tingkatan-tingkatan kemampuan dalam isti’ab disyaratkan oleh sebuah hadits: ”perumpamaan petunjuk dan ilmu yg dengannya Allah mengutusku adalah bagaian hujan yg turun ke bumi. Maka ada bagian bumi yg baik, ia menerima air hujan itu dgn baik lalu menumbuhkan tanaman dan rerumputan yg banyak. Ada jg bagian bumi yg menahan air, lalu Allah memberikan manfaat kpd manusia dgn air yg disimpannya, shg mereka bisa minum dan menyirami tanaman dari air tersebut. Bagian lainnya adalah padang tandus, ia sama sekali tidak bisa menyimpan air dan juga tdk menumbuhkan apa pun. Demikian itu adalah perumpamaan orang yg diberi kepahaman dalam agama, lalu ia dapat memanfaatkan apa yg aku bawa itu, hingga ia senantiasa belajar dan mengajarkan apa yg ia pahami. Dan perumpamaan orang yg sama sekali tidak ambil peduli dan tidak mau menerima petunjuk Allah yg aku sampaikan”. (HR Bukhari Muslim)
3. Isti’ab dan Keberhasilan Dakwah
Tidak akan ada keberhasilan dakwah tanpa kemampuan isti’ab krn keberhasilan ditandai dengan kemampuan da’I utk menarik sebanyak-banyaknya masyarakat kpd Islam & pergerakan yg ada, shg mampu merealisasikan sasaran-sasarannya. Jika dai tidak mempunyai isti’ab maka dakwah akan mandul dan pergerakannya akan terbatas, hingga Allah mendatangkan para da’I dan kader yg sangat berpengaruh dan mampu menarik masyarakat. Atau Allah akan menggantikannya dengan ”daklwah” yg lain yg tidak sama dengannya. Inilah sunnatullah yg akan terus berlaku:
”... dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah Allah”. (QS Al-Ahzab : 62)
”... Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemuui penyimpangan bagi sunnah Allah itu”.. (QS Fathir : 43)
4. Isti’ab Eksternal & Internal
Isti’ab Eksternal adalah penguasaan terhadap orang-orang yg berada di luar dakwah, di luar pergerakan dan diluar organisasi. Atau orang-orang yg belum bergabung. Isti’ab internal adalah penguasaan terhadap orang-orang yg berada di dalam organisasi, yakni mereka yg telah bergabung ke dalam Jama’ah dan pergerakan. Keberhasilan seorang da’i sangat terkait dengan kemampuan utk menguasai keduanya, krn tdk ada gunanya pengguasaan terhadap masyarakat di luar tanzhim (jamaah) tanpa dibarengi dengan penguasaan terhadap masyarakat yang ada dalam tanzhim.

ISTI’AB EKSTERNAL
Sesuai Al-Qur’an & Sunnah tuntutan yg harus dipenuhi para da’i dalam proses isti’ab dan recruitment diantaranya:
1. Kepahaman tentang agama
”Katakanlah:’adakah sama orang-orang yg mengethaui dengan orang-irang yg tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yg berakalah yg dapat menerima pelajaran” (Az-Zumar : 9)
”Dan orang-orang yg diberi ilmu (Ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yg diturunkan kepadamu dari Rabb-mu itulah yg benar dan menunjuki (manusia) kepada jalan Rabb Yang Maha perkasa lagi Maha Terpuji”. (Saba’ : 6)

”Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama itu, maka ikutilah syari’at itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orangg yg tidak mengetahhui”. (Al-Jatsiyah : 28)
”Wahai manusia sesungguhnya ilmu hanya didapat dengan belajar, sedang pemahaman hanya akan didapat melalui pendalaman (tafaquh), dan barang siapa yg dikehendaki Allah baik maka akan diberi kepamahan dalam agama, sesungguhnya yg takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama” (HR Bukhori)
”Apabila Allah menghendaki kebaikkan bagi seorang hamba maka Allah memberinya kepahaman tentang agama dan memberinya ilham kelurusan (HR Thabrani)
”Sesungguhnya perumpamaan para ulama di muka bumi adalah bagaikan bintang-bintang yg dijadikan petunjuk dalam kegelapan daratan dan lautan. Jika bintang-bintang itu padam, maka para penunjuk jalan akan tersesat” (HR Ahmad).
2. Teladan yg baik
Seorang da’i hrs menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, agar ia memiliki pengaruh dalam masyarakat, shg mereka bisa direkrut. Krn pengaruh ucapan tidak seefektif pengaruh yg ditimbulkan oleh perbuatan, perbutan zhahir harus sesuai dgn apa yg ada di dalam hatinya.
”Hai orang-orang yg beriman, mengapa kamu mengatakan apa yg tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yg tiada kamu kerjakan” (Ash-Shaf: 2-3)
”Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, pdhal kamu membaca al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (Al-Baqarah :44)
”perumpamaan orang yg mengajarkan kebaikan kpd org lain & melupakan dirinya, bagaikan lilin yg menerangi manusia dan membakar dirinya sendiri.” (HR Thabrani)
3. Sabar
Kesabaran dibutuhkan krn manusia memiliki kondisi kejiwaan yg bermacam-macam, memiliki kelebihan & kekurangan yg beragam, memiliki tabiat yg berbeda-beda, & memiliki kepentingan yg berlainan.
”Dan mintalah pertolongan kpd Allah dengan sabar & sholat. Dan sesungguhnya yg demikian itu sungguh berat kecuali bagi orang-orang yg khusyu (Al-Baqarah:45)
QS. Thaha:130
QS. Al-Hajj:34-35
QS. Ali-’Imran:200
QS. Al-Baqarah:153, 155
QS. Az-Zumar:10
QS. As-Sajadah:24
”Tidak ada rezeki Allah yg lebih baik & lebih luas bagi seorang hamba selain dari kesabaran.” (HR Hakim)
”Siapa yg berusaha utk bersabar maka Allah akan mengaruniai kesabaran, dan tidak ada karunia yg lebih baik & lebih luas bagi seseorang selain dari kesabaran (HR. Bukhori –Muslim)
4. Lemah lembut
Dibutuhkan krn masyarakat membenci kekerasan & menjauhi pelakunya.
QS. Ali-Imron : 134,159
QS. Fushshilat:34
QS. Al-Furqon:63
Rasulullah saw, bersabda ”sesungguhnya Allah mencintai kelembutan dalam segala hal” (HR Bukhori-Muslim)
”Sesungguhnya Allah Maha Lembut & menyukai kelembutan, memberi kpd orang yg lemah lembut apa yg tidak diberikan kpd orang yg kasar dan juga apa yg tidak diberikan kpd yg lain.” (HR Muslim)
5. Memudahkan tidak mempersulit
Manusia memiliki karakter, kemampuan & daya tahan yg berbeda-beda. Apa yg bisa dilakukan seseorang belum tentu bisa dilakukan oleh orang yg lain, krn itu Rasulullah saw bersabda:
”Mudahkanlah & jangan mempersulit, senangkanlah mereka & jangan membuat mereka lari.” (HR. Bukhori –Muslim)
”Berjalanlah dengan menenggang perjalanan yg paling lemah diantara kalian”
6. Tawadhu’ & merendahkan sayap
Dai yg tawadhu bisa hidup & bergaul dengan siapa saja, bisa menerima siapa saja, bisa berbicara kpd stp orang, menziarahi bahkan mencintai semua manusia. Dialah yg melayani masyarakat bukan masyarakat yg melayaninya.
”Tidak akan masuk surga seseorang yg dalam hatinya terdapat sedikit kesombongan.” (HR Muslim)
”Sesungguhnya orang yg paling aku cintai adalah orang yg paling baik akhlaknya, yg merendahkan sayap, yg mau menghimpun & mau dihimpun..”. (HR Thabrani) Fenomena kesombongan ini tampak dalam berbagai hal:
- Lebih senang bergaul dengan orang-orang kaya & berpangkat drpd dengan org miskin/orang awam
- Lebih memperhatikan pakaian & penampilam, dan suka meremehkan orang yg terlihat kumal.
- Memilih-milih audien.
- Lebih mementingkan ungkapan yg dibuat-buat
- Merasa takjub dgn ilmu yg dimiliki

7. Murah senyum dan perkataan yg baik
Wajah merupakan cermin yg merefleksikan kejiwaan. Jika wajah seseorang seram maka hal itu merupakan cerminan dari kekasarannya & jika wajah seseorang berseri-seri & murah senyum, maka ini adalah pertanda kebaikannya.
Mengenai ucapan yg baik ini banyak terdapat dlm nash-nash Al-Qur’an:
QS. Al-Isra’: 53
QS. Al-Baqarah:83, 263
QS. Al-Ahzab:70
QS. Al-Hajj:24
QS. An-Nahl:125
QS.Thaha:44 ”Janganlah kalian memandang remeh kebaikkan sedikit pun, meski kebaikan itu hanya berupa wajah yg berseri ketika bertemu dengan saudara kalian”. (HR Muslim)

8. Dermawan & berinfaq kpd orang lain
Kedermawanan dengan materi menunjukkan kelapangan jiwa, sebaliknya orang yg kikir menunjukkan kekerdilan jiwanya.
Seorang dai harus menggunakan hartanya sbg sarana agar masyarat yg didakwahi mendapat hidayah, misalnya dengan:
- Islam mewajibkan memuliakan tamu
- Memberi hadiah kpd orang lain termasuk akhlaq Islam yg dianjurkan Nabi saw.
- Berbagai perbuatan mulia yg diperintahkan Allah spt, berinfak kpd fakir miskin, menanggung anak yatim, memeperhatikan hak tetangga dsb yg bertentangan dengan kebakhilan.
Dalam Al-Qur’an & hadits byk nash yg mengecam kebakhilan:
QS. Ali-’Imran:180,17
QS. Al-Hasyr:9
QS. Al-Isra:29,100
QS. Adz-Dzariyat:19
QS. An-Nisa:11
”Tidak ada sesuatu yg dapat menghapus keislaman seperti halnya kekikiran” (HR. Thabrani) 9. Melayani orang lain & membantu keperluan mereka
Seorang dai wajib menerjemahkan pemikiran & konsepnya dalam bentuk tindakan konkret, yaitu dengan turut merasakan problematika umat, & berusaha semaksimal mungkin utk ikut menyelesaikannya.
”Barang siapa yang tidur tanpa peduli terhadap masalah kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka”.

”Amalan yg paling utama adalah menyenangkan seorang mukmin, dengan cara memberi pakaian, makanan, minuman & memenuhi kebutuhannya (HR Thabrani)

ISTI’AB INTERNAL
Isti’ab Dakhili (daya tampung internal) adalah kemempuan dan keahlian utk menampung objek dakwah yg telah berada ditengah-tengah shaf dakwah. Baik oleh para pemimpin maupun para anggotanya. Tujuannya untuk mendayagunakan potensi mereka dalam melaksanakan tugas-tugas dakwah dan pergerakan.
Tahapan-tahapannya:
I. Isti’ab ’aqidi & Tarbawi
- Dalam Tahap ini para kader harus dibersihkan dari berbagai problem masa lalu, meluruskan aqidah, perilaku, akhlaq, mengarahkan kecenderungan, menentukan, menjelaskan aras sasaran & tujuan mereka.
- Isti’ab Tarbawi tidak boleh didikte oleh suatu fase atau situasi, tetapi mutlak diperlukan baik bagi para pemula ataupun para senior.
- Isti’ab Tarbawi harus memperhatika berbagai perkembangan kehidupan tahapan2x alami & khusus yg dilalui oleh para individu.
- Isti’ab Tarbawi harus memenuhi semua bidang tarbiyah, baik pemikiran, spiritual & kebutuhan fitrah manusia.
- Isti’ab Tarbawi harus terukur & menggunakan parameter syari’at dengan mengambil semua ’azimah (hukum asal)-nya & berbagai keringananya bukan produk emosi & keinginan pribadi semata
Aspek penting & mendasar yang harus dimiliki dalam pembentukan pribadi muslim : 1) Sunnah Rasul dalam pembentukan pribadi muslim.
Rasulullah saw menggunakan metode yg unik sesuai dengan kesempurnaan manhaj Islam & fitrah yg ditetapkan Allah SWT, memandang manusia apa adanyalayaknya manusia dengan memperhatikan kecenderungan & kebutuhan manusia.
2) Beberapa kaidah asasi dalam Sunnah
a. Memenangkan sisi positif atas sisi negative
b. Memenangkan sikap proporsional atas sikap berlebih-lebihan
♣ Dalam kaitannya dengan komitmen pribadi kpd Islam, sabda Rasulullah saw ”Ingatlah akan hancur orang yg berlebih-lebihan, akan hancur orang yg berlebih-lebihan” (HR Muslim, Abu Dawud & Ahmad)
”Sesungguhnya agama ini sangatlah keras, maka masuklah kedalamnya dengan lembut (HR Ahmad)
♣ Dalam kaitannya dengan dakwah dan menarik orang kpd Islam, terdapat nash-nash Al-Qur’an & sabda Rasulullah:
QS. Ali-’Imran:159
QS. An Nahl:125

”Mudahkanlah & jangan mempersulit, senangkanlah & jangan membuat mereka lari”. (HR Bukhari-Muslim)
c. Sedikit & kontinyu lebih baik daripada banyak tapi terputus.
d. Sunnah Rasul & mendahulukan Prioritas dalam pembentukan
e. Pembentukan melalui keteladanan
f. Pembentukan yg menyeluruh & tidak parsial
g. Keshalihan lingkungan & pengaruhnya dalam pembentukan
h. Dampak Pahala & hukuman dalam pembentukan

II. Isti’ab Haroki
Adalah kemampuan sebuah pergerakan dalam menampung para anggotanya, pendukungnya, simpatisannya dan juga kemampuan gerakan & para anggotany dala m menampung berbagai persoalan, prinsip & kaidah-kaidah pergerakan.
Permasalahan pokok yg berhubungan dengan isti’ab haroki:
1. Hal yg berkaitan dengan daya tampung gerakan terhadap para anggotanya
Syarat yg harus dipenuhi utk dpt menampung anggota:
a. Proses tarbiyah yg matang,
b. Tersedianya berbagai potensi & kapabilitas serta faktor pendukung lainnya dalam sebuah pergerakan, misalnya manajerial yg handal, perencanaan yg matang, konsep yg jelas dalam pendidikan, pemikiran, politik dsb.
c. Memahami semua anggotanya dengan benar, mengetahui potensi yg dimiliki, kecenderungan mereka,sisi positif & negatifnya dll. Shg akan sgt membantu utk menentukan tugas & tanggungjawab masing-masing individi & menempatkan pada posisi yg tepat, shg akan membuahkan hasil yg memuaskan.
d. Mengerahkan seluruh anggota & bukan sebagian saja/hanya orang2x yg berprestasi saja krn bgmnpun akan pelipatgandakan hasil & menghindari fitnah yg ditimbulkan oleh para penganggur/orang-orang yg tidak memiliki tugas & peran dakwah.
2. Terkait dengan isti’ab haraki
Beberapa masalah penting yg terkait dengan pergerakan yg harus dikuasai oleh para da’i sbb:
a. Pemahaman yg benar & sempurna ttg sasaran & sarana yg digunakan
b. Memahami tanzhim & tabiatnya dengan benar
c. Pemahaman yg benar & menyeluruh terhadap tabiat teman dan lawan berikut konsekuensinya
d. Pemahaman yg baik tentang berbagai aspek, tabiat & kebutuhan amal
e. Menjauhi fenomena istiknaf (keengganan utk bergabung dalam masyarakat/instansi/berbagai organisasi yg ada.